Indonesia Gandeng Uni Eropa Tingkatkan Akses Layanan PAUD

Indonesia Gandeng Uni Eropa Tingkatkan Akses Layanan PAUD – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), melalui Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), menggandeng Uni Eropa untuk meningkatkan akses layanan PAUD inklusif dan ramah anak. Anak Usia Dini (PAUD) merupakan hal yang penting diberikan untuk memenuhi kebutuhan serta kesejahteraan anak. Bagi negara, program tersebut adalah sebuah aset yang bisa menguntungkan di kemudian hari.

Dengan memperhatikan pendidikan anak usia dini, maka apa yang akan dikembalikan itu jauh lebih besar dibandingkan dengan investasi apapun karena ini adalah investasi sumber daya manusia (SDM).

Sofia sendiri mengatakan bahwa saat ini, program PAUD di Indonesia secara umum sudah lebih baik daripada dahulu. Terlepas dari tantangan yang ada, pendidikan semacam ini dirasa tengah melakukan pembenahan untuk menjadi lebih baik. idnpoker

Indonesia Gandeng Uni Eropa Tingkatkan Akses Layanan PAUD

Harris Iskandar, Direktur Jenderal PAUD dan Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia mengatakan bahwa pola pengasuhan bagi anak di usia dini haruslah terintegrasi dan holistik. www.benchwarmerscoffee.com

“Jika pemahaman ini didapat, penyebaran PAUD bisa lebih mudah,” kata Harris dalam kesempatan yang sama.

“Bisa kita cek pemahaman orangtua dengan keberhasilan kampanya Satu Desa Satu PAUD itu sangat berdampak, sangat berkorelasi. Mereka yang sadar dengan ikhlas membuat sekolah-sekolah PAUD, atau taman kanak-kanak atau TBA  di fasilitasnya masing-masing,” kata Harris memaparkan.

Indonesia Gandeng Uni Eropa Tingkatkan Akses Layanan PAUD

Upaya ini diwujudkan melalui Program Penguatan Masyarakat Sipil dan Akuntabilitas Sosial untuk Peningkatan Akses terhadap Layanan PAUD Inklusif dan Berkualitas yang diresmikan di Kantor Kemendikbud, Jakarta.

Berdasarkan rilis yang diterima program tersebut diharapkan selesai pada 2021 dan akan dilaksanakan di tiga kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), yaitu Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Sumba Barat Daya, dan Kabupaten Kupang.

Program dengan dana hampir mencapai €750.000 ini dilaksanakan oleh Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK), Sumba Integrated Development (SID), dan Lembaga Pengembangan Masyarakat Madani (LPMM) yang dikoordinir oleh Barnfonden, sebuah organisasi dari Swedia, merupakan anggota dari Aliansi Childfund.

Muhammad Hasbi, Direktur Pembinaan PAUD Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat menjelaskan proyek akuntabilitas sosial ini akan membahas bagaimana memberdayakan ekosistem untuk membangun anak usia dini dengan meningkatkan kapasitas pemerintah daerah, dari desa sampai kabupaten.

“Dulu, kami fokus pada pembangunan insan saja, sekarang kami perlu mengelola insan dan ekosistemnya. Apa yang dikerjakan oleh Barnfonden dan tim konsorsium yang didukung oleh Uni Eropa ini sesuai dengan langkah dari Kemendikbud juga. Saya mendukung program ini dan program apapun yang fokus pada anak usia dini Indonesia,” ujar Hasbi.

Profesor Yoichi Sakakihara, Director CRNA mengatakan bahwa Indonesia sesungguhnya bisa menjadi model yang baik bagi negara-negara lainnya, khususnya terkait berbagai isu anak di usia dini.

“Kalian bisa menjadi model yang berguna bagi negara lain, itulah mengapa Indonesia menjadi negara yang sangat penting. Secara geografis juga merupakan bagian inti dari Asia begitu pula secara karakteristik masyarakatnya saat ini,” kata Sakakihara.

Manajer Program dari Uni Eropa, Pierre Destexhe, mengungkapkan sejak 2010 hingga 2018, Uni Eropa telah menjadi salah satu mitra terbesar yang mendukung pendidikan di Indonesia dengan total dana sebesar Rp5,7 triliun. Lebih dari 55.000 sekolah dan tujuh juta siswa di 108 daerah telah mendapatkan manfaat langsung dari bantuan Uni Eropa.

“Kami percaya bahwa pendidikan merupakan salah satu pengaruh yang paling besar dan nyata dalam kehidupan masyarakat. Proyek ini akan meningkatkan standar kualitas pendidikan anak usia dini dan untuk memastikan bahwa tidak ada anak yang tertinggal,” kata Pierre.

Tujuan program ini, antara lain untuk meningkatkan akses terhadap layanan PAUD inklusif dan ramah anak melalui penguatan kapasitas dari pemerintah daerah dan organisasi masyarakat sipil, memperluas kerjasama diantara keduanya dengan dampak yang terukur dari pembuatan kebijakan, dan alokasi sumber daya serta kualitas dari layanan itu sendiri.

Proyek ini diharapkan memberikan manfaat bagi 50 ribu anak usia 3-5 tahun, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus dan anak terpinggirkan.

Peluncuran program ini turut dihadiri oleh perwakilan beberapa instansi pemerintah termasuk Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi serta Manajer Proyek Barnfonden Rika Setiawati.

Dalam sambutannya, Manajer Proyek Barnfonden Rika Setiawati menilai saat ini kapasitas para pemangku kebijakan di daerah untuk menyediakan dukungan program, termasuk monitoring, evaluasi dan pembinaan rutin masih kurang memadai.

Peluncuran program ini turut dihadiri oleh perwakilan beberapa instansi pemerintah termasuk Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi serta organisasi nirlaba dari Swedia Barnfonden. Manajer Proyek Barnfonden Rika Setiawati mengungkapkan, saat ini kapasitas para pemangku kebijakan di daerah untuk menyediakan dukungan program, termasuk monitoring, evaluasi dan pembinaan rutin masih kurang memadai.

“Kami telah melihat kondisi layanan PAUD di daerah NTT, layanan PAUD masih perlu ditingkatkan. Sebanyak 22 dari 30 desa dampingan telah mengalokasikan dana untuk mendukung layanan PAUD, tetapi jumlahnya masih rendah (rata-rata di bawah 1,17%)”, ungkap Rika.

Di tingkat kabupaten, anggaran yang dialokasikan untuk mendukung layanan PAUD masih di bawah 3%. Namun demikian, semua pemangku kebijakan menerima proyek ini dan menunjukkan minat untuk berpartisipasi secara aktif.

“Dengan didukung Uni Eropa, kami berharap di akhir proyek ini, layanan PAUD akan meningkat dan pendekatan proyek seperti ini dapat direplikasi di daerah lainnya oleh organisasi masyarakat sipil dan daerah,” kata Rika.

Direktur Pembinaan PAUD, Ditjen PAUD dan Dikmas, Muhammad Hasbi, menjelaskan proyek akuntabilitas sosial ini akan membahas bagaimana memberdayakan ekosistem untuk membangun anak usia dini dengan meningkatkan kapasitas pemerintah daerah, dari desa sampai kabupaten.

“Dulu, kita fokus pada pembangunan insan saja, sekarang kita perlu mengelola insan dan ekosistemnya. Apa yang dikerjakan oleh Barnfonden dan tim konsorsium yang didukung oleh Uni Eropa ini sesuai dengan langkah dari Kemendikbud juga. Saya mendukung program ini dan program apapun yang fokus pada anak usia dini Indonesia,” ujar Hasbi kepada tim konsorsium program saat penandatanganan yang berlangsung di kantor Kemendikbud, Jakarta

Program ini bertujuan untuk meningkatkan akses terhadap layanan PAUD inklusif dan ramah anak melalui penguatan kapasitas dari pemerintah daerah dan organisasi masyarakat sipil, memperluas kerjasama diantara keduanya dengan dampak yang terukur dari pembuatan kebijakan, dan alokasi sumber daya serta kualitas dari layanan itu sendiri. Proyek ini diharapkan memberikan manfaat bagi 50 ribu anak usia tiga sampai lima tahun, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus dan anak terpinggirkan.

Sekaligus, memperluas kerja sama di antara keduanya dengan dampak yang terukur dari pembuatan kebijakan, dan alokasi sumber daya, serta kualitas dari layanan itu sendiri. Proyek ini diharapkan memberikan manfaat bagi 50 ribu anak usia tiga sampai lima tahun, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus dan anak terpinggirkan.